Kamis, 21 April 2011

RnB Organizer


Meraih prestasi menjadi pilihan mutlak bagi seorang siswa dan mahasiswa. Saat ini kita dituntut tidak hanya cukup berbekal nilai rapot atau Indeks Prestasi (IP) kuliah yang baik ataupun aktif di berbagai organisasi, kini kita dituntut memiliki soft skill dalam bidang lainnya khususnya bidang kepenulisan dan Teknologi Informasi (TI). Oleh karena itu, RnB Organizer siap membantu para siswa dan mahasiswa untuk berprestasi dengan memilki soft skill yang baik dikedua bidang tersebut.

RnB Organizer kependekan dari Rajin-Belajar Organizer. RnB memiliki motto be the winner with us yang artinya RnB siap membantu para siswa dan mahasiswa untuk memiliki soft skill dan berprestasi. RnB menawarkan program pelatihan kreatif dalam bidang kepenulisan (creative writing) dan dalam bidang teknologi informasi (creative information technology). RnB siap menawarkan pelatihan intensif dengan harga murah, kualitas terbaik dengan fasilitator berpengalaman. silahkan visit ke web kami dibawah ini.

Minggu, 03 April 2011

Fruitanol sebagai Pemenang CEC (Community Enterpreneur Challange) Award 2010

Wirausahawan sosial adalah wirausahawan gelombang baru Indonesia. Mereka membangun bisnis berbasis komunitas dan menghasilkan produk bernilai tambah tinggi. Representasi terbaik mereka saat ini adalah para pemenang Community Entrepreneurs Challenge (CEC) Awards 2010.
Pada CEC yang merupakan program kerja sama British Council dan Arthur Guinness Fund, yang terpilih sebagai tiga terbaik Wirausahawan Sosial Pemula adalah Fruitanol (Yogyakarta), Aliansi Pro-Agribisnis Pakpak Barat (Medan), dan Wangsa Jelita (Bandung), sementara tiga terbaik kategori Madya adalah Komunitas Hong (Bandung), Outreach International Bioenergy (Jakarta) dan Indonesian Pluralism Institute (Jakarta). Pemenang CEC akan mendapatkan dana investasi sosial sampai Rp 100 juta.

Pemenang CEC Award 2010 Kategori Pemula (di bawah tiga tahun)

  Tiga Pemenang CEC Award 2010 Kategori Pemula (memegang tropi dari kiri ke kanan) Sabam Malau (Aliansi Pro-Agribisnis Pakpak Barat), Dita Adi Saputra (CV Fruitanol), Nadya Fadila Saib (Wangsa Jelita) didampingi (dari kiri ke kanan) John Galvin (Guinness Indonesia), HE Martin Hatfull (Duta Besar Inggris untuk Indonesia), Keith Davies (Country Director British Council Indonesia), Maria R. Nindita Radyati (Juri / Direktur Center for Entrepreneurship, Change, and Third Sector – CECT). Foto Copyright British Council Indonesia. 

  • Frutanol didirikan oleh Dita Adi Saputra dan kawan-kawannya. Mereka menemukan cara memanfaatkan limbah/sampah buah salak untuk menjadi energi bioetanol dan mengolah hasil sampingnya menjadi pupuk organik. Fruitanol direncanakan menjadi perusahaan yang dijalankan oleh komunitas petani dibawah bimbingan Dita Adi Saputra dkk (Fruitanol) sehingga mereka mengenal cara pengolahan limbah salak yang ramah lingkungan sekaligus meningkatkan pendapatan.
  • Aliansi dibentuk Sabam Malau untuk mengurangi ketergantungan petani pada pupuk kimia yang mahal dan tak ramah lingkungan. Bersama-sama, mereka membuat pupuk ramah lingkungan dari kotoran kelinci. Untuk mendukung hasil temuan mereka, Aliansi Pro-Agribisnis ingin menciptakan peternakan kelinci di Pakpak Barat, yang jika sukses dapat menjadi model baru untuk komunitas pertanian yang berkelanjutan.
  • Wangsa Jelita menggagas perdagangan adil untuk petani bunga, dengan cara memproduksi dan menjual sabun alami sekaligus memberikan bimbingan untuk akses pasar.
Pemenang CEC Award 2010 Kategori Madya (di atas tiga tahun)

 Tiga Pemenang CEC 2010 Kategori Madya (mengangkat tropi dari kiri ke kanan) Zaini Alif (komunitas Hong), Elias Tana Moning (Outreach International Bioenergy), William Kwan (Indonesia Pluralism Institue) didampingi (dari kiri ke kanan) John Galvin (Guinness Indonesia), HE Martin Hatfull (Duta Besar Inggris untuk Indonesia), Nancy Magried (PT Pixel Indonesia), Rusdi Idrus (IPPM), Djoni Tjung (Guinness Indonesia). Foto Copyright British Council Indonesia.
  • Komunitas Hong didirikan oleh Zaini Alif yang memiliki minat yang sangat mendalam terhadap kesenian dan adat Sunda. Zaini meneliti dan menciptakan kembali mainan adat Sunda agar aman bagi anak-anak sekaligus dapat diproduksi secara massal.
  • Outreach International Bioenergy dibangun oleh Elias Tana Moning yang telah lama punya pengalaman dengan minyak jarak. Outreach menerapkan sistem bagi hasil dengan petani Flores. Mereka juga bekerja sama dengan paroki-paroki setempat untuk menyukseskan program.
  • Indonesian Pluralism Institute (IPI) didirikan oleh William Kwan. Selain meneliti batik dan memberdayakan perajinnya di Lasem, Jawa Tengah, IPI juga mengampanyekan nilai-nilai kemajemukan melalui batik. IPI percaya bahwa melalui batik, orang bisa belajar warisan budaya dunia sekaligus menghargai keberagaman.
Menurut dewan juri CEC yang terdiri atas Romy Cahyadi, Ipung Nimpuno, Keith Davies, Maria R. Nindita Radyati, dan Ambrosius Ruwindrijarto, semua pemenang CEC menunjukkan potensi yang kuat untuk mengembangkan kewirausahaan sosial berbasis komunitas mereka. “Mereka tak hanya memecahkan masalah sosial dan peduli terhadap lingkungan hidup, mereka juga punya passion yang sangat besar,” kata Ipung Nimpuno dari Arthur Guiness Fund, penyelenggara bersama ajang CEC. Sementara itu, Maria mencatat bahwa konsep dan ide sosial setiap pemenang menggembirakan. Hanya saja, aspek yang perlu dibenahi adalah persoalan teknis berkenaan dengan pengaturan keuangan dan governance plan.

Sabtu, 02 April 2011

CEC AWARD 2010, 23 September 2010

          Malam penganugerahan pemenang International Young Creative Entrepreneur (IYCE) Awards 2010 dan Community Entrepreneurs Challenge (CEC) Awards 2010, telah berlangsung pada tanggal 23 September 2010 di Teraskota Entertainment Center, Serpong. Satu jam sebelum acara dimulai, diadakan konferensi pers mengenai IYCE dan CEC 2010 dengan pembicara Keith Davies (Country Director British Council Indonesia), John Galvin (Guinness Indonesia), perwakilan Dewan Juri CEC Maria R. Nindita Radyati (Direktur Center for Entrepreneurship, Change, and Third Sector – CECT), serta perwakilan Dewan Juri IYCE Hari Sungkari (Sekretaris Jenderal Masyarakat Industri Kreatif Teknologi Informasi dan Komunikasi Indonesia – MIKTI).
          Mengawali konferensi pers IYCE & CEC 2010 di Ruang Lengkong Hotel Santika BSD Serpong, Keith Davies mengucapkan selamat kepada seluruh pemenang ICYE & CEC 2010 seraya menyerukan kepada masyarakat Indonesia untuk menyambut wirausahawan gelombang baru Indonesia (New Wave Entrepreneurs) yang membangun bisnis berbasis komunitas dan menghasilkan produk bernilai tambah tinggi. Mereka adalah wirausahawan muda, inovatif, idealis dan berani mengambil resiko. Representasi terbaik mereka saat ini adalah para pemenang Community Entrepreneurs Challenge (CEC) Awards dan International Young Creative Entrepreneur (IYCE) Awards 2010.

“Melalui program IYCE & CEC ini, British Council Indonesia membantu menciptakan jejaring yang lebih luas, kesempatan pertukaran ilmu pengetahuan dengan para ahli dari UK, dan membuka pasar global,” jelas Keith Davies.

Selanjutnya Keith Davies mengucapkan terimakasih kepada seluruh pihak yang telah banyak membantu pelaksanaan IYCE dan CEC Awards 2010 seperti pemerintah, institusi, organisasi, media, asosiasi, komunitas insan kreatif Indonesia, serta Arthur Guinness Fund (Guinness Indonesia) yang menjadi mitra British Council dalam program Community Entrepreneurs Challenge (CEC).
 (Depan dari kiri ke kanan) John Galvin (Guinness Indonesia), Keith Davies (Country Director British Council Indonesia), Djoni Tjung (Guinness Indonesia), Maria R. Nindita Radyati (Juri CEC), Hari Sungkari (Juri IYCE)(Belakang) Para Finalis Community Entrepreneurs Challenge (CEC) Award 2010 

            Berikutnya John Galvin selaku perwakilan Guinness Indonesia menjelaskan mengenai Arthur Guinness Fund yang bertujuan mempertahankan nilai-nilai yang dianut oleh Arthur Guinness semasa hidupnya dengan memberdayakan individu-individu dengan keterampilan dan kesempatan untuk menciptakan masyarakat yang lebih baik. Arthur Guinness Fund mendukung berbagai kegiatan sosial di seluruh dunia, termasuk program-program usaha sosial di Irlandia, Amerika Serikat dan Indonesia.
          Khusus untuk Indonesia, Arthur Guinness Fund bekerjasama dengan British Council Indonesia mengembangkan suatu sistem penyokong berkelanjutan untuk usaha-usaha sosial berbasis komunitas. Di tahun 2009 Arthur Guinness Fund memberikan dana sebesar 230.000 Poundsterling kepada Guinness Indonesia dan British Council Indonesia untuk memfasilitasi program Community Entrepreneurs Challenge (CEC) yang dijiwai oleh semangat dari Arthur Guiness (visioner sekaligus pendiri Guinness), “From One to Many – Creating Opportunities for Communities”. Dana tersebut merupakan sebuah kegiatan CSR terbesar dari Arthur Guinness Fund untuk wilayah Asia Pasifik.
           Lebih lanjut John Galvin menjelaskan bahwa Arthur Guinness melalui Arthur Guinness Fund melanjutkan warisannya yang luar biasa dengan mendukung Community Entrepreneurs Challenge (CEC) dengan memberikan pelatihan dan total bantuan dana sosial sebesar 600 Juta Rupiah kepada pemenang CEC (3 pemenang di kategori Pemula dan 3 pemenang di kategori Madya, masing-masing mendapat dana bantuan investasi sosial sampai Rp. 100 Juta) untuk membangun dan mengembangkan bisnis berbasis komunitas.
“Program CEC ditujukan untuk mengembangkan dan memberikan dorongan bagi para wirausahawan sosial terkemuka dengan keterampilan dan dukungan yang dibutuhkan untuk memberikan perubahan yang terukur dan transformasional bagi masyarakat,” ungkap John Galvin.
          Pembicara selanjutnya Maria R. Nindita Radyati selaku perwakilan Dewan Juri CEC 2010 menjelaskan bahwa program CEC lebih menekankan penilaiannya pada gagasan atau kegiatan kewirausahawan sosial yang tujuan utamanya adalah pemecahan masalah sosial, melibatkan anggota komunitas dalam pengelolaan kegiatannya, menawarkan solusi kongkrit, layak secara teknis dan keuangan. “Faktor-faktor ini sangat penting karena terangkatnya kesejahteraan bersama pada gilirannya akan memperkuat bisnis wirausahawan sosial. Selain aspek bisnis, tim Juri CEC juga menilai aspek sosial dan komunitas dari bisnis tersebut,” jelas Maria R. Nindita Radyati.
           Lebih lanjut Maria menjelaskan, dari keseluruhan 600 proposal yang masuk, Tim Juri CEC memilih 100 peserta yang berhasil lolos pada seleksi tahap I, kemudian memilh 45 finalis pada seleksi tahap II, selanjutnya memilih 10 finalis yang terdiri dari 5 finalis kategori Pemula (di bawah tiga tahun) dan 5 finalis kategori Madya (di atas tiga tahun) pada seleksi tahap III. Pada tahap akhir dipilih masing-masing tiga pemenang untuk kategori Pemula dan kategori Madya yang berhak menerima dana bantuan sosial masing-masing sampai Rp.100 Juta untuk pengembangan lebih lanjut kewirausahawan sosial mereka.

Jumat, 01 April 2011

CV Fruitanol: Empowering Farmers with Bio‐ethanol and Fertilizer Technology

Dita Adi Saputra – Owner CV Fruitanol

Salak fruit is often overproduced and salak farmers have experienced difficulties finding new markets for their crops. This excess was first noted in research findings in 1995 and reached a peak in 1998. The salak crop in Bangunkerto village alone produces around 1 ton of salak fruit waste every month. This waste is dumped locally, attracting flies and other insects, creating an environmental hazard.
Dita Adi Saputra and his colleagues have developed a pilot project to utilize this fruit in the production of bio‐ethanol. Salak waste has a proven potential for use as organic fertilizer. Dita has envisioned an enterprise run by the community as a commercial vehicle to produce and sell bio‐ethanol and organic fertilizer.
Dita Adi Saputra – CV Fruitanol
With guidance from a team of consultants, lead by Dita, a community of Salak farmers will be involved directly in the daily operation of this social enterprise. Community heads will become the directors of this enterprise. Decision making will involve all of the farmers, since they will be the owners of the enterprise. The directors will facilitate, direct and lead any strategic and technical meeting for the farmers’ community in running the enterprise.
Farmers will receive additional income from producing and selling bio‐ethanol and organic fertilizer from their fruit waste, and will gain innovative skills in transforming waste into high‐value product. Farmers will also gain valuable tangible assets in the form of equipment, and applied technology, and the local environment will become healthier with a reduction in waste dumped in their own backyards.
Bio‐ethanol energy produced by the community will help farmers in the village and surrounding areas to become energy‐independent, replacing expensive kerosene as an energy source for cooking. Via the multiplier effect, this enterprise will also create jobs, and improve farmers’ living standards. Some of the potential areas for job creation will be in the design, production and promotion of bio‐ethanol stoves for household use. Such stoves are clean, safe and cost‐effective. This social enterprise will also monitor the impacts of the project, for example by conducting regular competitor and market analysis, and studying the economic development of the community.
Now, with support from Arthur Guinness Fund Community Entrepreneurs Challenge (AGF-CEC), Dita plans to work with an agritourism center in Turi to market the biofuel his project produces. “We have already begun producing [biofuel] … In future we plan to work with a tourist village that is already promoting salak farming. This will help the tourist village promote itself as a place where farmers use technology to achieve self sufficiency.” Dita said the competition had allowed him to meet other social entrepreneurs who were doing inspiring work.